Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Pergolakan Rohani Remaja (II)

Edisi C3I: e-Konsel 218 - Tantangan Iman Remaja Kristen

1. Pada masa remaja anak mengembangkan kemampuan berpikir abstrak dan melihat jauh ke depan.

Lewat kemampuannya berpikir abstrak, remaja mulai mempertanyakan hal-hal yang ia alami atau lihat. Jika sebelumnya semua dilihat dan diterima tanpa pertanyaan, sekarang dengan kemampuannya berpikir abstrak, remaja mulai mempertanyakan hal-hal yang ia anggap tidak masuk akal. Pada masa inilah mungkin remaja melihat ketidakadilan di dalam dunia dan mengaitkannya dengan keadilan Tuhan. Ia mulai bertanya, jika Tuhan ada, mengapakah Ia membiarkan ketidakadilan terus merajalela?

Sebagai orangtua, kita mungkin terkejut mendengar pertanyaannya. Kita mungkin mengira bahwa anak remaja kita telah murtad dan meninggalkan imannya. Semua reaksi orangtua ini sebenarnya wajar- wajar saja sebab keluar dari hati yang takut akan Tuhan dan dari keinginan melihat anak terus setia mengikut Kristus. Walaupun demikian, ada baiknya kita berusaha keras menahan emosi marah. Sedapatnya, janganlah ketus menuduh anak murtad atau malah dikuasai Iblis. Sebaliknya, dengan sikap lembut, berupayalah menjawab pertanyaan anak selogis mungkin. Ingat, pada tahap pertumbuhannya ini, remaja mulai berpikir abstrak dan ini berarti ia bergantung penuh pada pengunaan daya nalarnya.

2. Pada masa remaja anak berada pada posisi labil akibat perubahan fisik dan hormonal sehingga rawan mengambil keputusan secara impulsif, tanpa berpikir panjang.

Tidak jarang, remaja memutuskan untuk melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya sehingga mereka akhirnya jatuh ke dalam dosa. Kejatuhan ini membuatnya enggan untuk dekat dengan Tuhan dan mendorongnya untuk hidup terpisah dari Tuhan. Contoh: seorang remaja yang mulai terlibat dalam pornografi dan bergumul dengan kekudusan memiliki kemungkinan besar pergumulan ini membuatnya merasa diri kotor dan tidak layak untuk datang ke hadirat Tuhan. Akhirnya, remaja memilih untuk menjauh dari persekutuan dan ibadah.

Sebagai orangtua, kita harus peka dengan pergumulan remaja melawan dosa. Kita mesti menunjukkan bahwa kita mengerti betapa sulitnya mempertahankan kekudusan. Kita dapat menyampaikan kepadanya bahwa kita pun pernah melewati masa pergumulan yang serupa dan mengakui bahwa tidak selalu kita berhasil menang melawan godaan. Kita mungkin dapat membagikan kepadanya bahwa ada momen-momen di dalam hidup ini yang dapat membuat kita tergoda untuk menyerah dan mengambil sikap putus asa.

Kita pun dapat membacakan pergumulan Paulus yang diceritakan di Roma 7:15, "Sebab apa yang aku perbuat aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat." Atau Musa yang tidak menaati perintah Tuhan di Meriba, Daud yang jatuh ke dalam dosa perzinahan dan pembunuhan, dan Petrus yang jatuh ke dalam dosa dusta dan ketidaksetiaan. Semua adalah anak Tuhan yang berusaha mengikut Tuhan, namun di dalam perjalanan mereka ada kalanya anak Tuhan pun jatuh. Yang terpenting adalah kita mau mengakui dosa, bangkit, dan berjalan kembali.

3. Pada masa remaja anak mengembangkan kemandirian dan salah satu bentuknya adalah memiliki pemikiran dan pendapat sendiri.

Salah satu karakteristik kedewasaan adalah kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri, tanpa harus tunduk pada kehendak orang. Sebagai seorang anak yang tengah berjalan menuju ke arah kedewasaan, ia pun akan mulai mempraktikkan kemandiriannya dalam pengambilan keputusan.

Dalam kaitannya dengan hal rohani, pada akhirnya remaja harus membuat iman kepercayaan orangtuanya sebagai milik pribadinya. Bila pada masa lampau ia hanya mengikuti pengarahan orangtuanya, sekarang ia harus menempuh sebuah perjalanan rohani sehingga ia dapat tiba pada kesimpulannya sendiri. Singkat kata, iman orangtua harus menjadi imannya sendiri. Itu sebabnya kita harus membimbing sekaligus memberinya ruang untuk menggumulkan imannya sendiri.

Iman yang tidak pernah dimilikinya sendiri pada akhirnya akan menjadi iman yang tidak bisa berdiri sendiri. Apabila pada masa kecilnya kita telah menanamkan firman Tuhan pada dirinya, maka pada masa remaja, firman Tuhan akan terus bersemayam di hatinya. "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." (Amsal 22:6)

4. Pada masa remaja anak memasuki sebuah dunia yang jauh lebih kompleks dan terekspos kepada pelbagai keyakinan rohani dan moral yang lain.

Teman-temannya tidak lagi seiman dengannya, dan kalau pun seiman, ada yang memiliki nilai moral yang berbeda. Tidak bisa tidak, semua ini akan memberi pengaruh pada pertumbuhan iman seorang remaja. Ia pun mulai mempertanyakan kebenaran iman kristiani yang tadinya dipeluknya tanpa ragu. Itu sebabnya, pada masa ini remaja kerap bertanya tentang keyakinan rohani lainnya, karena memang ia ingin tahu tentang kebenaran.

Sebagai orangtua, kita mesti menyikapi pertanyaan ini dengan bijak dan penuh pengertian. Terus paparkanlah apa yang dikatakan oleh firman Tuhan tanpa harus menyerang dan menjelek-jelekan keyakinan lainnya. Sikap keras terhadap keyakinan lain hanyalah berdampak buruk.

Pertama, ia akan merendahkan orang yang berkeyakinan lain, dan jika ini terjadi ia tidak akan dapat mengasihi mereka. Kedua, ia justru berbalik dan marah kepada kita, orangtuanya, oleh karena ia merasa kita terlalu menghakimi.

Ingatlah bahwa pada dasarnya kita tengah membicarakan tentang teman-temannya yang dinilainya baik. Itu sebabnya komentar kita yang mendiskreditkan mereka tanpa mengenalnya -- selain dari landasan keyakinan yang berbeda -- akan membuatnya mengecap kita sebagai orang yang tidak baik.

5. Pada masa remaja anak harus berhadapan dengan godaan dosa dalam volume yang tinggi sekaligus dituntut untuk bertahan dalam kehendak Tuhan.

Tidak bisa tidak, hal ini akan menimbulkan ketegangan yang kuat. Di tengah tarik-menarik ini remaja akan bergerak ke ekstrem kanan dan kiri: kadang teguh namun kadang lemah.

Sekurangnya ada tiga reaksi remaja terhadap dosa:

  1. melawannya,
  2. menyerah namun mengakui keberdosaan manusia, dan
  3. melabelkan dosa sebagai bukan dosa.

Adakalanya, remaja berhasil melawan. Kadang, ia gagal dan menyerah. Namun terkadang, daripada mengakui kekalahannya, ia justru mendistorsi realita dan perintah Tuhan, serta mengganggap perbuatannya tidak berdosa. Nah, pada waktu ia mendistorsi firman Tuhan inilah remaja biasanya bersitegang dengan kita. Ia melawan dan menuduh kita "mau menang sendiri" dan mempertanyakan dasar kita mendefinisikan sesuatu itu dosa atau tidak. Pada dasarnya, ia tengah berupaya membenarkan tindakannya supaya ia dapat terus berkubang di dalam dosa.

Sebagai orangtua kita mesti berdiri di atas firman Tuhan dan tidak menuruti pikirannya jika memang ia keliru. Namun, kita pun mesti sabar dan lembut dalam menyikapi pemberontakannya. Kita harus menyampaikan kepadanya bahwa kita mengerti pergumulannya dan akan terus mendoakannya. Kita harus mengatakan dengan jelas bahwa walaupun pada kenyataannya manusia tidak bisa hidup sesuai dengan firman Tuhan, itu tidak berarti kita boleh menurunkan standar Tuhan. Doronglah ia untuk mengakui keterbatasannya dan memohon pengampunan Tuhan. Ajaklah ia untuk terus berusaha, kendati susah.

6. Pada masa remaja anak harus berpapasan dengan ketidaksempurnaan dan ketidakkonsistenan.

Mungkin remaja melihat tindakan orangtua yang tidak sesuai dengan perkataan mereka; atau, mungkin remaja mendengar atau mengetahui kasus kejatuhan pembina rohaninya. Semua ini berpotensi melemahkan iman kepercayaannya. Bagi remaja, kegagalan panutan rohaninya dapat berarti kegagalan iman kristiani. Tidak heran ada sejumlah remaja yang akhirnya meninggalkan iman kristiani dan hanya melandaskan kehidupan rohaninya pada doktrin, "yang terpenting adalah berbuat baik."

Sebagai orangtua, jangan kita membela diri tatkala telah menghidupi hidup yang tidak konsisten dengan ajaran Kristus. Akuilah kegagalan kita sendiri tanpa perlu merasa defensif. Yang terpenting adalah bertobat dan tidak mengulang kesalahan yang sama. Jikalau ini menyangkut ketidakkonsistenan pembina rohaninya, akuilah dan jangan mencoba menutupinya. Tindakan menutup-nutupi hanyalah akan memperbesar ketidakpuasannya.

Tuhan Yesus berkata, "Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan?" (Lukas 14:34). Memang sewaktu seorang pembina rohani jatuh, itu sama dengan garam yang telah menjadi tawar dan membuat hati remaja menjadi tawar. Tidak ada lagi keinginan untuk hidup kudus dan berkenan kepada Tuhan; sewaktu mendengar orang berkata-kata tentang Tuhan maka reaksi awal mereka kemudian adalah tidak ingin menggubrisnya. Mereka mengalami disilusi (pembuyaran ilusi) dan kecewa. Sungguhpun demikian ingatkanlah remaja tersebut bahwa kita hidup untuk Kristus, jadi kita semua harus terus memandang-Nya, bukan orang lain.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Nama situs: telaga.org
Judul transkrip: Pergolakan Rohani Remaja (TELAGA No. T269)
Alamat url: http://www.telaga.org/audio/pergolakan_rohani_remaja_i
Sumber
Judul Artikel: 
TELAGA - Kaset No. T269 (e-Konsel Edisi 218)

Komentar