Kuasa Gelap di Balik POKEMON

Di awal tahun 1999 saya mendapatkan e-mail dari Amerika yang memperingatkan saya mengenai POKEMON. Saya juga memperoleh kiriman beberapa artikel dari James Dobson yang berkaitan dengan POKEMON. Pada saat itu POKEMON belum terlalu dikenal anak-anak Indonesia. POKEMON mulai menarik perhatian saya ketika keponakan saya di Amerika mulai kecanduan dan tidak mau berkomunikasi dengan ayahnya kecuali jika ayahnya berpura-pura menjadi PIKACHU.

Waktu itu boneka POKEMON mulai terlihat di mal-mal. Tidak lama setelah itu, saya melihat murid-murid saya mulai sibuk dengan kartu-kartu POKEMON pada saat kebaktian di sekolah minggu dan keponakan saya yang berusia 5 tahun sudah dapat menghafal nama-nama dari sekian banyak monster POKEMON.

Melihat gejala demam POKEMON ini, saya berkeputusan untuk mempelajari apa sebenarnya POKEMON itu dan mendiskusikannya di dalam kelas di sekolah Bina Iman Sahahat Kristus (usia 7-9 tahun) sebelum mereka jatuh cinta kepada tokoh imut-imut Pikachu. Ternyata dugaan saya meleset. Mereka sudah terlanjur jatuh cinta pada POKEMON sehingga terjadilah perdebatan di dalam kelas antara saya dengan beberapa anak. Perdebatan tersebut membuat saya bekerja lebih keras untuk mengumpulkan lebih banyak data. Akhirnya mereka mulai terbuka matanya dan mulai dapat menentukan sikap sebagai anak Tuhan.

Survai saya terhadap 17 orangtua murid Sekolah Bina Iman Sahabat Kristus usia 5-9 tahun menunjukkan bahwa 3 orang pernah mempelajari film POKEMON; 7 orang pernah melihat sekilas ketika mendampingi anak menonton, dan 7 orang lain belum pernah mengetahui film ini dengan berbagai sebab (antara lain karena merasa tidak tertarik, antipati, anak kurang tertarik, dan belum ada sarana).


 
Apa itu POKEMON ?
 
POKEMON adalah suatu produksi film yang sangat sukses di era Post-Modern ini. Konsep-konsep ‘New Age’ yang kental telah dikemas dengan begitu manis dan menarik untuk anak-anak. Segala teknik perfilman telah dipelajari untuk menghasilkan milyaran dolar tanpa mempedulikan dampak buruknya bagi kesehatan mata, otak, apalagi kesehatan rohani anak.
 
POKEMON adalah produksi film yang sangat kreatif dan cerdik. Dalam salah satu wawancara dengan para kartunis Indonesia di salah satu siaran radio, seorang kartunis memberi komentar bahwa salah satu faktor penyebab suksesnya produk film kartun Jepang adalah karena orang Jepang memperkuat filmnya dengan produk-produk sampingan seperti alat tulis, pajangan, boneka, dan sebagainya. Memang itulah salah satu teknik pemasaran yang berhasil di Indonesia sebagaimana juga di Amerika dan di Jepang.

Survai terhadap anak-anak SAHABAT KRISTUS menunjukkan bahwa banyak anak mencari film POKEMON karena terlebih dulu mengenal tokoh film itu lewat koleksi barang-barang yang bergambar tokoh tersebut. Setelah menonton film itu, mereka justru terdorong untuk lebih banyak mengumpulkan koleksi barang-barang yang bergambar tokoh tersebut. Dengan cara demikian POKEMON berhasil menciptakan masyarakat konsumtif yang fanatik dalam waktu singkat.


 
Kaitan POKEMON dengan kuasa iblis
 
POKEMON juga merupakan film yang mempromosikan praktek okultisme (kuasa kegelapan) dengan cara yang kreatif dan cerdik. Jika Anda disuruh memilih antara POKEMON dengan KENJI, saya yakin banyak orangtua akan memilih POKEMON. Mengapa? Karena di dalam film POKEMON kita tidak menemukan darah, kekerasan, atau sadisme sebagaimana yang kita lihat dalam film KENJI. Bahkan film anak-anak lain seperti POWER RANGER maupun POPEYE sekalipun mempertontonkan banyak adegan kekerasan.
 
Akan tetapi hal ini bukan berarti tidak ada kekejaman dalam film POKEMON. Perkelahian yang terjadi di antara monster dalam POKEMON banyak menggunakan teknik-teknik okultisme seperti hipnotis, telekinesis, teleportasi, dan sebagainya. Saya melihat bahwa tontonan tentang praktek okultisme ini sangat berbahaya bagi anak yang tidak pernah diisi dengan hal rohani oleh orangtuanya. Pada anak-anak demikian, ada kemungkinan akan timbul minat untuk mempunyai kekuatan sebagaimana yang dimiliki oleh para monster dan tokoh-tokoh seperti "ASH" dan "SABRINA".
 
Di dalam salah satu seri film POKEMON, saya menemukan suatu kekejaman yang biasa dilakukan oleh para roh jahat pada umumnya, yaitu membanting-banting lawan dengan kekuatan pikiran. Bukankah itu juga yang terjadi di Gerasa ketika roh jahat pindah dari orang yang kerasukan ke ratusan babi sehingga mengakibatkan babi-babi itu menjatuhkan diri ke dalam jurang? Akan tetapi karena yang terbanting-banting itu adalah PIKACHU, maka tampak lucu dan seru.
 
Sebagai penginjil anak, saya semakin ngeri tatkala melihat tokoh yang digambarkan sebagai pahlawan anak-anak, yakni ASH, sujud memohon supaya dia dapat memperoleh kekuatan hipnotis untuk bisa memenangkan pertandingan antar POKEMON. Saya yakin, anak yang lemah iman akan tergoda untuk mempelajari hal seperti itu. Apalagi suasana penerimaan terhadap kuasa iblis begitu kondusif akhir-akhir ini dengan adanya kursus dan tayangan ilmu putih serta praktek sulap di TV.
 
POKEMON adalah film yang diproduksi oleh orang-orang yang mengenal jiwa anak. Bersaing dengan produksi Disney, POKEMON juga merupakan film yang sangat menyentuh hati anak-anak. Ketika ASH harus berpisah dengan BUTTERFREE (monster yang dipelihara sejak ulat sampai menjadi monster kupu-kupu yang mempunyai kekuatan untuk berperang), adegan yang dibuatbegitu menyentuh hati. Cerita petualangan yang tidak habis-habisnya, selalu bersambung di setiap adegan membuat anak penasaran dan ingin menonton terus seri selanjutnya. Kalimat-kalimat dan lelucon yang digunakan juga sangat sesuai dengan dunia anak.
 
Tentu ada hal positif yang harus diakui oleh orangtua. POKEMON tidak terutama mempengaruhi perilaku agresi anak. Tidak seperti POWER RANGER, SAILOR MOON, POPEYE, BATMAN, atau TOM & JERRY yang penuh kekerasan, pengaruh film POKEMON lebih mengarah pada konsep spiritualitas anak. Sebagai contoh, dalam seri "Arwah Poket MOnster dan Pekan KElenteng …..", yakni pada saat pertarungan antara Gastly dan monster-monster yang "baik", ada humor yang lucu bagi anak, akan tetapi diakhiri dengan suatu klimaks yang melecehkan kekristenan. Salib dipakai sebagai senjata yang seolah-olah mengalahkan Gastly, tetapi sebenarnya tidak demikian. Dengan demikian, ketika muncul salib, anak-anak merasa lucu dan tertawa.
 
Sekalipun salib adalah lambang yang sering disalahgunakan atau dilecehkan, kita harus mendidik anak-anak agar menghormati salib Kristus yang merupakan lambang penderitaan. Salib tidak seharusnya dijadikan bahan tertawaan. Justru sebaliknya, salib membangkitkan perasaan haru dan penyesalan.
 
Kita perlu menyadari bahwa pengaruh agama Sinto amat kuat dalam film ini. Di akhir seri ini, "Arwah Poket MOnster dan Pekan KElenteng" itu pergi bukan karena salib, melainkan karena munculnya "matahari" yang merupakan pusat penyembahan orang Jepang.
 
Sekalipun film POKEMON tidak secara nyata mempertontonkan dan merangsang kekerasan pada anak, POKEMON sebenarnya telah menjadi sesuatu yang merusak hidup banyak anak. Harian Kompas tanggal 18 dan 23 Desember 1997 serta 28 November 1999 memberitakan bahwa kartun POKEMON membawa banyak dampak buruk. Sebanyak 11.870 anak, sebagian besar murid SD, mengalami gejala "television epilepsy" (mual, sakit kepala di sekitar mata, kaku, kejang kelojotan, dan kehilangan selera makan), 200 anak terpaksa dirawat di rumah sakit. Diduga hal ini terjadi akibat korban melihat sinar merah kuat yang dipancarkan sebanyak 650 kali selama lima detik oleh Pikachu sehingga mengganggu saraf anak.
 
Selain itu, California Selatan dan Texas pernah dilanda histeria massa karena para orangtua ‘dipaksa’ berpindah-pindah dari satu restoran ke restoran Burger King lain hanya untuk dapat menghentikan rengekan tangis anak demi sebuah boneka POKEMON! Philadelphia, Quebec dan North Carolina harus pula berhadapan dengan kriminalitas anak akibat "demam Pokemon" yang memakan korban fisik dan jiwa.
Kenyataan ini semakin mempertegas adanya kuasa iblis di balik POKEMON!
 
 
Bagaimana seharusnya sikap orangtua ?
POKEMON telanjur membelenggu dan mempengaruhi banyak anak. Kita tidaklah dapat beranggapan bahwa anak akan mengerti sendiri dan akan terlepas dari pengaruh POKEMON setelah mereka bertambah dewasa. POKEMON hanyalah salah satu cara iblis memperkenalkan diri secara massal dan mempengaruhi anak-anak. Targetnya adalah suatu generasi yang bakal menjadi pemujanya.
 
Menghadapi tipu daya iblis yang licin, kita tidaklah dapat memakai cara yang biasa. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus memerintahkan orang percaya untuk memperlengkapi dirinya dengan seluruh perlengkapan senjata Allah supaya dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri (Ef. 6:13). Orangtua perlu memperlengkapi diri dan anak-anak dengan Injil, iman, firman Allah, kebenaran, dan keadilan. Yang tidak boleh ketinggalan adalah doa dari seluruh keluarga agar Allah melindungi seluruh keluarga kita dari pengaruh iblis yang acapkali masuk dari pintu yang tidak terduga.
 
Secara konkrit, orangtua berkewajiban mengajak anak-anak tiap hari berdoa dan mengenal firman Tuhan dalam persekutuan keluarga yang menyenangkan. Batasi tontonan dan bacaan yang memberikan pengaruh bertentangan dengan firman Tuhan. Orangtua juga perlu menjelaskan bahaya POKEMON serta dampak buruknya bila anak tampak terpikat dengan film POKEMON dan segala macam aksesori yang berkaitan dengannya. Tentu juga jangan sampai penjelasan ini membuat anak menderita ketakutan berlebihan terhadap kuasa iblis. Kuasa Allah yang mengatasi kuasa iblis seharusnya menjadi fokus utama pemberitaan kita.
 
Melalui survey saya mengamati bahwa banyak orangtua tidak mengetahui bahaya POKEMON karena merasa tidak tertarik dan menganggap anaknyapun kurang tertarik. Sikap Antisipatif terhadap ‘trend’ anak merupakan sikap penting. Tugas orangtua bukan saja mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan karir kita, tapi juga mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan dunia anak-anak kita. Hanya sekedar melarang atau menakut-nakuti anak juga bukan hal yang bijaksana. Dilarang di rumah, bisa ia lakukan di rumah tetangga. Anak-anak mulai usia 3 tahun sudah bisa diberi pengertian. Mendampingi anak menonton bukan sekedar duduk disebelah anak, atau bertujuan untuk menyeleksi film. Orangtua perlu memperhatikan, membandingkannya dengan ajaran Kristen, melihat hal apa yang mungkin dapat mempengaruhi konsep anak, kemudian memperbincangkan dengan anak dalam suatu diskusi. Diskusi tentang film POKEMON tidak harus pada saat menonton, bisa juga pada saat-saat lain. Melalui eksperimen dalam kelas SAHABAT KRISTUS saya melihat bahwa data-data objektif dalam kupas film dapat merubah konsep anak di atas 7 tahun, untuk usia di bawah 7 tahun anak lebih membutuhkan pembatasan melalui otoritas orangtua dan penekanan bagaimana sikap hati Tuhan Yesus terhadap POKEMON yang lebih banyak memperkenalkan setan (musuh Tuhan) daripada Tuhan. Anak-anak yang sudah cinta Tuhan Yesus akan memilih untuk menghindar dari film POKEMON daripada mendukakan hati Tuhan. Anak-anak yang sudah mempunyai komunikasi yang baik dengan orangtua juga lebih cenderung untuk lebih mudah memilih mentaati nasehat orangtua.
 
Ingatlah bahwa kemungkinan serangan iblis berikutnya adalah langsung ke jantung keluarga Anda. Siapkanlah senjata Allah untuk melawannya!
 
 
 
Rubrik: Mendidik Anak
Ev. Anne Kartawidjaja, M.Div.
 
 
Sumber
Halaman: 
--
Judul Artikel: 
Buletin Eunike (Edisi 20)
Penerbit: 
--