Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Hakikat Anak dengan Problema Belajar

Edisi C3I: e-Konsel 240 - Mengenali Masalah Belajar Anak

A. Cakupan Pengertian Anak dengan Problema Belajar

Di sekolah-sekolah umum, kita menemukan kondisi siswa yang beragam. Ada siswa yang cepat tanggap dalam belajar, ada siswa yang lamban dalam belajar di hampir semua mata pelajaran, ada siswa yang mengalami kesulitan belajar untuk mata pelajaran tertentu, ada siswa yang dasar potensinya sebenarnya bagus tetapi prestasi belajarnya sangat rendah, dan ada juga yang perkembangan prestasinya biasa-biasa saja. Menghadapi kondisi ini, pada umumnya guru kelas cenderung hanya mendasarkan pada pemenuhan kebutuhan siswa rata-rata, sedangkan siswa dengan kebutuhan belajar cepat atau lambat cenderung diabaikan. Murid-murid inilah yang akhirnya menjadi kelompok siswa yang berpotensi untuk tinggal kelas/putus sekolah. Jadi, anak yang tinggal kelas/putus sekolah belum tentu disebabkan oleh dasar potensinya yang rendah, tetapi bisa juga karena faktor lain. Faktor lain itu bisa timbul dari diri anak (kondisi fisik, kesehatan, dan motivasi belajar) dan dari luar (kondisi sekolah, lingkungan rumah, dan masyarakat).

Dalam konteks pendidikan luar biasa, kita mengenal istilah anak berkelainan (exceptional children). Anak berkelainan adalah anak yang dalam hal-hal tertentu berbeda dengan anak-anak lain pada umumnya. Perbedaannya dapat mencakup perbedaan kondisi fisik, kesehatan, kemampuan intelektual, emosional, sosial, gangguan persepsi, motorik dan atau neurologis, dan lain-lain. Apabila kelainan ini mengakibatkan gangguan dalam fungsi sehari-hari, terutama dalam belajar, sehingga anak memerlukan layanan khusus, maka penyandangnya disebut "anak dengan problema belajar" atau "anak dengan kebutuhan pendidikan khusus" (children with special educational needs). Jadi, pengertian anak dengan problema belajar adalah anak yang karena satu dan lain hal secara signifikan, menunjukkan kesulitan dalam mengikuti pendidikan pada umumnya, tidak mampu mengembangkan potensinya secara optimum, dan prestasi belajar yang dicapai berada di bawah potensinya, sehingga mereka memerlukan perhatian dan pelayanan khusus untuk mendapatkan hasil yang terbaik sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

Sementara itu, anak yang mengalami gangguan/kelainan fisik tertentu dan karena kelainannya tidak menyebabkan gangguan dalam mengikuti pendidikan biasa, tidak termasuk anak dengan problema belajar. Demikian juga dengan anak berbakat. Akan tetapi, jika karena kelainannya mereka mengalami kesulitan dalam penyesuaian belajar, mereka termasuk dalam kategori anak dengan problema belajar.

B. Klasifikasi Anak dengan Problema Belajar

Ada beberapa klasifikasi anak dengan problema belajar. Departemen pendidikan Amerika Serikat, misalnya, mengelompokkannya menjadi: (1) anak yang memiliki kesulitan belajar, (2) gangguan wicara, (3) retardasi mental [gangguan perkembangan inteligensi, disebabkan oleh gangguan sejak dalam kandungan sampai masa perkembangan dini sekitar lima tahun, Red.], (4) gangguan emosi, (5) gangguan fisik dan kesehatan, (6) gangguan pendengaran, dan tunaganda. Sementara itu, Ashman dan Elkins membagi anak dengan problema belajar menjadi: (1) anak berbakat, (2) gangguan komunikasi, (3) anak dengan kesulitan belajar, (4) gangguan emosi dan perilaku, (5) gangguan penglihatan, (6) gangguan pendengaran, (7) gangguan intelektual, dan (8) gangguan fisik.

Di Indonesia, di antara kelompok anak dengan kebutuhan khusus tersebut, terdapat anak luar biasa (ALB). ALB adalah anak yang memiliki kelainan fisik dan atau mental dan atau perilaku. Mereka terdiri atas tunanetra [tidak dapat melihat; buta, Red.], tunarungu [tidak dapat mendengar; tuli, Red.], tunagrahita [cacat pikiran; lemah daya tangkap; idiot, Red.], tunadaksa [cacat tubuh, Red.], tunalaras [cacat suara dan nada, Red.], dan tunaganda [penderita cacat lebih dari satu kecacatan -- cacat fisik dan mental), Red.]. Sementara anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, tidak dikategorikan sebagai anak luar biasa. Mereka diakui sebagai anak yang memerlukan perhatian khusus.

Berdasarkan berbagai literatur dan kebijakan pendidikan luar biasa di Indonesia untuk kepentingan pelayanan pendidikan khusus di sekolah umum, semua anak yang memerlukan pelayanan khusus dikategorikan sebagai anak dengan problema belajar. Adapun jenis-jenis anak dengan problema belajar mencakup:

  1. Siswa dengan gangguan penglihatan.
  2. Siswa dengan gangguan pendengaran.
  3. Siswa dengan gangguan komunikasi dan wicara.
  4. Siswa dengan gangguan fisik.
  5. Siswa dengan kemampuan intelektual rendah.
  6. Siswa yang memiliki kesulitan belajar.
  7. Siswa yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa.
  8. Siswa dengan gangguan emosi dan sosial.
  9. Siswa autistik.
  10. Siswa dengan gangguan motorik.
  11. Siswa dengan gangguan penyakit kronis.
  12. Siswa korban penyalahgunaan narkoba.

C. Faktor dan Gejala Anak dengan Problema Belajar

Ada beberapa faktor dan gejala yang tampak secara umum pada anak dengan problema belajar, di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Dilihat dari segi penyebab

Anak mengalami problema belajar dapat disebabkan oleh berbagai hal, misalnya:

  1. Intelektual.
  2. Kondisi fisik dan kesehatan (termasuk kondisi kelainan).
  3. Faktor sosial.

2. Dilihat dari gejala yang tampak

Anak dengan problema belajar sering menampakkan gejala dan ciri-ciri perilaku tertentu, di antaranya:

  1. Tidak dapat mengikuti pelajaran seperti yang lain.
  2. Sering terlambat atau tidak mau menyelesaikan tugas.
  3. Menghindari tugas-tugas yang agak berat.
  4. Ceroboh atau kurang teliti dalam banyak hal.
  5. Acuh tak acuh atau masa bodoh.
  6. Menampakkan semangat belajar yang rendah.
  7. Tidak mampu berkonsentrasi, atau berubah-ubah.
  8. Perhatian terhadap suatu objek sedikit/singkat.
  9. Suka menyendiri, sulit menyesuaikan diri.
  10. Murung.
  11. Suka memberontak, agresif, dan meledak-ledak dalam merespons ketidakcocokan.
  12. Hasil belajar rendah.

D. Prevalensi Anak dengan Problema Belajar

Studi khusus tentang angka prevalensi anak dengan problema belajar memang belum ada. Namun, menurut beberapa literatur, anak yang mengalami kesulitan belajar berkisar antara 1-3 persen. Di beberapa negara industri seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat, jumlah anak yang mengalami kesulitan belajar diperkirakan mencapai 15 persen. Di negara berkembang seperti Indonesia, prevalensi anak yang memiliki kesulitan belajar diperkirakan lebih besar. Penyebabnya adalah masih cukup tinggi angka kurang gizi pada ibu hamil, bayi, dan anak; angka sakit diare, angka penyakit persalinan serta infeksi susunan saraf pusat pada bayi. Kondisi ini sering kali mengakibatkan terjadinya kesulitan belajar pada anak.

Diambil dan disunting dari:

Judul buku : Pendidikan bagi Anak dengan Problema Belajar
Judul bab : Mengenal Anak dengan Problema Belajar
Penulis : Munawir Yusuf, Sunardi, dan Mulyono Abdurrahman
Penerbit : PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo 2003
Halaman : 6 -- 10

Komentar