Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Pengampunan

Edisi C3I: e-Konsel 014 - Mengenal Masalah Kejiwaan

O.H. Mowrer, seorang ahli psikologi, mengatakan bahwa:

"Orang yang neurotik atau orang yang menderita gangguan syaraf, menurut pengalaman pengarang, semuanya, tanpa kecuali adalah orang yang telah melakukan hal-hal yang menyebabkan ia merasa malu, tetapi ia tidak mau mengakui dan membuang sifat ketidak- dewasaannya itu, malah mencoba menyangkal, tidak mau mengakui diri bodoh, serta memendam perasaan malu, dan perasaan bersalah itu." (Learning Theory and Personality Dynamics, Ronald, N.Y.)
Dengan tidak mau mengakui kegagalan-kegagalan dan menghadapi pilihan-pilihan yang salah, kita menanam benih-benih perasaan bersalah, kekhawatiran dan tindakan-tindakan yang salah lainnya dalam kepribadian kita.

Alkitab selalu memperingatkan kita agar berhati-hati mengenai cara menanggulangi kesalahan-kesalahan dan kegagalan-kegagalan kita. Kitab Suci menamakan "hal-hal yang membuat kita merasa malu itu" sebagai dosa. Alkitab pun mengatakan bahwa kita tidak hanya merasa bersalah terhadap hal-hal semacam itu; bahkan kita benar-benar bersalah.

Di sinilah Kitab Suci dan ahli-ahli psikologi sering bertentangan. Dalam pandangan Alkitabiah, kesalahan itu nyata, dan kesalahan itu sendiri harus ditanggulangi. Bagi psikologi yang bersifat keduniawian, perasaan-perasaan bersalah itu merupakan inti persoalan. Kesalahan itu sendiri semata-mata bersifat kultural dan relatif -- tidak obyektif dan tidak nyata.

Tetapi jika pandangan Alkitab itu benar, cara pengobatan yang dicoba diterapkan oleh ahli-ahli psikologi semacam itu (mengemukakan alasan- alasan bagi kekhawatiran dan perasaan bersalah serta mencoba menghilangkannya) benar-benar akan mengobati gejalanya, tetapi bukan penyakitnya!

Di sini jurang pemisah antara pandangan duniawi dan pandangan Kristus terhadap manusia sekali lagi dinyatakan dengan jelas. Jika kehidupan di dunia ini merupakan satu-satunya hal yang dipersoalkan, maka menyembuhkan gejala-gejala saja mungkin cukup. Tetapi apabila manusia dipandang sebagai pribadi-pribadi yang terus hidup, yang direncanakan untuk terus sadar akan dirinya selama-lamanya, tidaklah cukup jika menanggulangi perasaan bebas dari gejala-gejala itu hanya untuk sementara saja. Kesalahan itu sendiri harus ditanggulangi dan dihilangkan.

Cara-cara Peringatan Allah Sejak Awal Mula

Perasaan bersalah serta kekhawatiran dapat pula dipandang sebagai karunia Allah bagi kita, karunia-karunia yang memperingatkan kita akan sesuatu yang salah dalam kepribadian kita. Kesalahan membiarkan kita menghayati kenyataan dosa dan mendorong kita untuk memohon pengampunan kepada Allah.

Pengampunanlah yang merupakan obat utama bagi kesalahan. Melalui pengampunan, Allah menghilangkan kesalahan yang sebenarnya dan membebaskan kita dari perasaan-perasaan dan kekhawatiran- kekhawatiran yang berakar di dalamnya. Jika Allah mengampuni dosa- dosa kita, Ia melupakannya (Ibrani 10:17), dan kita pun berhak untuk melupakan juga. Bukan karena kita memendamnya, melainkan karena dosa itu sungguh-sungguh hilang.

Hidup dalam Pengampunan

Yohanes menulis kepada orang-orang Kristen, "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1Yohanes 1:9)

Ayat ini mengatakan bahwa kita perlu belajar mengatasi kegagalan- kegagalan kita sehari-hari dengan bersandar pada pengampunan, bukan dengan mencoba menyembunyikannya dari pandangan Allah dan diri sendiri. Jika kita mengakui kegagalan-kegagalan kita kepada Allah secara terus-terang, kita pun akan menerima janji Allah bahwa proses penyucian Allah yang menyenangkan itu akan berlangsung dalam pribadi kita. Allah akan terus membuat kita baru.

Mengungkapkan frustasi-frustasi, kegagalan-kegagalan dan kesalahan kita yang dipendam mungkin membebaskan kita dari perasaan tertekan. Psikologi telah menemukan suatu cara untuk menolongnya. Namun datang dengan jujur kepada Allah dan menerima pengampunan-Nya akan menghilangkan sebab-sebab dari kesalahan serta kekhawatiran kita, serta menempatkan kita pada jalan yang mengubah kita menjadi sungguh- sungguh baru.

Sumber
Halaman: 
29 - 31
Judul Artikel: 
Psikologi dan Alkitab
Penerbit: 
Yayasan Kalam Hidup

Komentar