Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Karunia Hidup Lajang

Edisi C3I: e-Konsel 027 - Singleness

KARUNIA HIDUP LAJANG

Ada orang Kristen yang menikah, tapi ada juga yang tetap hidup membujang. Namun jelas bahwa ada lebih banyak orang yang menikah daripada yang membujang, sebab pernikahan merupakan rencana Tuhan untuk manusia. Banyak orang Kristen yang memilih hidup lajang (walaupun tidak semuanya) karena Tuhan telah memberikan kepada mereka karunia khusus untuk hidup lajang (the gift of celibacy). Allah telah menjadikan mereka sedemikian rupa sehingga dengan tetap hidup lajang mereka dapat melaksanakan kehendak-Nya dengan lebih baik.

"Karunia hidup lajang adalah kemampuan istimewa yang diberikan oleh Allah kepada beberapa anggota dalam Tubuh Kristus untuk tetap hidup lajang dan menikmatinya; mereka tidak menikah dan dapat menanggung semua godaan-godaan seksual."

Jika Anda saat ini hidup lajang dan dalam hati sanubari merasa bahwa Anda akan segera menikah bila ada kesempatan yang tepat, maka kemungkinan Anda tidak memiliki karunia hidup lajang. Jika Anda hidup lajang dan mengalami frustasi hebat karena dorongan-dorongan seksual yang tak tertahankan, maka boleh jadi Anda tidak memiliki karunia hidup lajang. Akan tetapi, jika kedua dorongan di atas tidak mengganggu Anda, bersukacitalah -- mungkin Anda telah menemukan salah satu karunia rohani Anda.

Ayat Alkitab untuk hal ini terdapat dalam 1Korintus 7:7. Dalam ayat itu Rasul Paulus membicarakan keadaannya sendiri yang hidup lajang dan ia menyebutnya sebagai suatu "charisma", suatu karunia rohani. Pria dan wanita yang hidup lajang termasuk bagian dari rencana Allah untuk umat-Nya dan mereka harus diterima dan dihormati.

Perhatikanlah bahwa tidak diperlukan karunia khusus untuk menikah, memiliki hubungan seksual, dan membina keluarga. Allah memang telah menciptakan semua manusia dengan berbagai alat tubuh dan kelenjar dan nafsu yang dibutuhkan untuk itu, termasuk orang Kristen. Itu sebabnya mereka perlu menikah dan itulah yang mereka lakukan.

Hal inilah yang menyebabkan prinsip umum yang penting muncul berkaitan dengan karunia-karunia rohani: ada lebih banyak anggota Tubuh Kristus yang tidak membagikan karunia rohani khusus yang dimilikinya bila dibandingkan dengan mereka mau membagikannya. Lebih banyak orang Kristen yang tidak memiliki karunia hidup lajang daripada mereka yang memilikinya. Begitu juga lebih banyak orang Kristen yang tidak memiliki karunia menjadi pendeta daripada mereka yang memilikinya. Hal ini berlaku untuk karunia nubuat dan pemberitaan Injil dan pengajar dan kepemimpinan, dan barangkali juga untuk setiap karunia lainnya.

Analogi tubuh jasmani yang ditandaskan Paulus dalam Roma 12:4 sebagai model yang dipakai agar kita dapat memahami karunia-karunia rohani telah menjelaskan hal ini. Kita tahu bahwa dalam tubuh kita sendiri sebagian besar anggotanya bukanlah tangan. Tubuh tidak seluruhnya adalah mata atau ginjal atau jari kaki atau gigi atau siku. Allah telah menetapkan bahwa kita memiliki dua mata dan ini sudah cukup guna melaksanakan tugas melihat bagi semua ratusan anggota lain dalam tubuh kita. Secara khusus Alkitab mengatakan bahwa tubuh tidak seluruhnya mata, karena jika demikian tubuh tidak dapat mendengar atau mencium (lihat 1Korintus 12:17).

Hal yang sama berlaku untuk Tubuh Kristus. Sebuah sekte, yang dinamakan "Shakers", membuat kesalahan karena memberlakukan karunia hidup lajang untuk semua anggotanya -- mereka semua menaatinya dan mati secara alami sebagai suatu denominasi. Mereka tidak hanya memutuskan pertumbuhan biologis, tetapi pertumbuhan pergantian dan pertobatan merupakan kemungkinan paling jauh bagi mereka. Gaya hidup mereka tidak menarik banyak orang karena Allah tidak menjadikan banyak orang hidup seperti itu. Gereja Katolik telah menetapkan penerapan yang tidak alkitabiah dari karunia hidup melajang dengan menuntut semua rohaniwan mereka hidup lajang, baik bagi mereka memiliki karunia itu atau tidak.

Masuk akal untuk menyimpulkan bahwa kurang dari 50% Tubuh Kristus diharapkan mempunyai suatu karunia khusus. Dugaan saya ialah bahwa kebanyakan persentase itu akan jauh lebih kurang dari 50%. Saya pernah mengadakan penyelidikan mengenai karunia untuk menjadi pemberita Injil (evangelist) dan menemukan bahwa jumlahnya sekitar 10%. Lebih banyak penyelidikan perlu diadakan untuk mengetahui bagian mana dari Tubuh itu yang mempunyai karunia-karunia lain supaya kita dapat mengerti dengan lebih baik profil dari sebuah jemaat rohani yang sehat.

Pria dan wanita yang memiliki karunia hidup lajang mempunyai banyak kelebihan. Paulus menekankan hal ini dalam 1Korintus 7. Ia menyebutkan, misalnya, bahwa orang Kristen dengan karunia hidup lajang benar-benar dapat melayani Tuhan dengan lebih baik daripada orang-orang yang tidak memiliki karunia itu, sebab orang yang melajang tidak perlu kuatir tentang bagaimana caranya menyenangkan suami atau istri atau keluarga mereka (lihat 1Korintus 7:32-34). Saya telah mengalami kebenaran perkataan ini dalam pengalaman saya sendiri. Kebenaran ini menjadi lebih nyata setelah saya menjalin persahabatan pribadi dengan John Stott, seorang guru Alkitab, penulis, dan negarawan Kristen yang paling dihormati masa kini. John Stott dan saya menjadi anggota dari komisi eksekutif Panitia Lausanne untuk Penginjilan Dunia, jadi kami sering bertemu di berbagai bagian dunia, menikmati persekutuan satu sama lain dan saling membagikan banyak bidang yang kami minati bersama.

John Stott mempunyai karunia hidup lajang. Karena hal ini secara khusus menarik perhatian saya, maka saya memperhatikan berbagai hal yang menguntungkan beliau dibandingkan dengan orang-orang yang menikah, seperti saya, yang tidak memiliki karunia itu. Misalnya, saya terbiasa untuk menelepon ke rumah bila saya sedang bepergian. Bila saya menelepon biasanya saya akan berbicara dengan dua putri saya yang ada di rumah dan kemudian dengan istri saya, Doris. Jika saya menghabiskan waktu terlalu banyak untuk bepergian, keluarga saya akan menyatakannya dengan cara yang ramah namun tegas. Bila di rumah, saya akan menyisihkan waktu untuk menikmati kebersamaan dengan keluarga saya. Saya akan membuat rencana makan siang di rumah, jika hari Sabtu saya akan bekerja di sekitar rumah dan pekarangan bersama mereka, menyisihkan waktu-waktu saya untuk acara olahraga dan rekreasi bersama, dan pada hari libur musim panas akan pergi berkemah bersama. Sementara saya sibuk melakukan semua acara keluarga itu, John Stott sedang menulis sebuah buku lain atau bepergian ke negera lain. Tidaklah mengherankan jika saya sama sekali tidak dapat menyamai hasil pekerjaannya. John Stott telah menulis begitu banyak buku sehingga beberapa toko buku Kristen mempunyai sebuah rak buku khusus untuk karya-karyanya.

Apakah saya iri pada John Stott? Sama sekali tidak. Jika saya iri, saya tidak setia kepada pengajaran Alkitab mengenai karunia-karunia rohani. Saya sangat bersyukur kepada Allah atas sumbangsih John Stott bagi pembangunan jemaat Kristen dan bagi tugas penginjilan dunia. Bagaimana dengan saya? Saya tidak mau menukar istri dan keluarga saya dengan seratus rak khusus untuk buku-buku tulisan saya di berbagai toko buku Kristen! Sebaliknya, karena saya tidak memiliki karunia hidup lajang, maka tanpa istri saya dan apa yang ia sumbangkan bagi setiap segi kehidupan saya, maka pekerjaan yang saya usahakan untuk dilakukan bagi Tuhan tidak akan berhasil.

Godaan untuk memproyeksikan karunia yang dimiliki jarang terdapat di antara orang-orang yang memiliki karunia hidup lajang. Satu-satunya orang yang saya tahu hidup membujang dan memproyeksikan karunianya ini kepada orang lain adalah Rasul Paulus sendiri. Dalam 1Korintus ia begitu bersemangat menceritakan keuntungan-keuntungan yang didapat dari hidup tak beristri (menurut banyak ahli Alkitab mungkin Paulus seorang duda pada waktu itu) sehingga ia berkata, "Namun demikian alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku;" (1Korintus 7:7). Akan tetapi, kemudian, dibawah ilham Roh, ia dengan cepat berbalik dan mengatakan bahwa hal itu dapat terjadi karena suatu karunia rohani.

Satu segi lain dari karunia membujang yang perlu diperhatikan. Karunia hidup lajang adalah salah satu dari dua karunia yang tidak dapat berdiri sendiri. Dengan kata lain, tidak ada manfaatnya sama sekali hidup membujang, jika tidak ada tujuan lain yang menyebabkan kita tidak menikah. Hidup tanpa menikah seharusnya menjadikan seorang pria atau wanita menjadi lebih efektif dalam memakai karunia lain atau gabungan-karunia yang dikaruniakan Allah kepada seseorang. Karunia itu harus dimengerti dan digunakan dalam terang pengertian bahwa karunia itu dapat membantu seseorang untuk dapat mencapai apa yang dibutuhkan dalam Tubuh Kristus.

Sumber
Halaman: 
63 - 67
Judul Artikel: 
Manfaat Karunia Roh untuk Pertumbuhan Gereja
Penerbit: 
Yayasan Gandum Mas

Komentar