Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Konflik Pernikahan

Edisi C3I: e-Konsel 316 - Masalah dalam Pernikahan

Sumber Konflik Pernikahan

Konflik pernikahan merupakan sesuatu yang normal dalam kehidupan pernikahan. Ketika dua orang bersatu dalam pernikahan, konflik pasti tidak terhindarkan. Setiap orang memiliki pengalaman hidup yang berbeda, dan tentunya, masing-masing memiliki pengharapan yang berbeda dari pernikahan dan pasangannya.

Oleh sebab itu, setiap orang akan merespons dengan cara yang berbeda pada setiap tantangan kehidupan.

Respons Terhadap Konflik Pernikahan

Ketika dua orang atau lebih bertemu, kemungkinan adanya konflik pernikahan pasti akan meningkat. Konflik pernikahan itu sendiri bukanlah sesuatu yang buruk. Respons kita terhadap konfliklah yang akan menentukan apakah konflik itu akan bermanfaat atau berbahaya. Konflik pernikahan bisa menjadi tantangan yang membantu kita tumbuh menjadi orang yang lebih dewasa dan memiliki hubungan yang lebih dewasa, atau malah menghancurkan pernikahan kita. Mungkin, Allah sedang memakai kebiasaan khusus dari pasangan kita sebagai ampelas untuk menghaluskan berbagai karakter buruk kita.

Anda mungkin heran mengetahui bahwa Alkitab membahas masalah ini. Dalam surat Yakobus dikatakan bahwa berbahagialah saat jalan yang harus kita lalui itu terjal karena dengan demikian, kesabaran kita memiliki kesempatan untuk bertumbuh. Kesabaran yang bertumbuh menunjukkan bahwa kita menjadi dewasa (Yakobus 1:1-4). Hal itu juga menunjukkan bahwa kasih benar-benar tinggal di dalam diri kita. Sifat kasih yang sejati adalah "sangat sabar dan baik hati, tidak pernah cemburu atau iri hati, tidak pernah sombong atau tinggi hati. Tidak pernah angkuh, mementingkan diri sendiri atau kasar. Kasih tidak ingin menang sendiri. Kasih tidak pemarah dan tidak mudah tersinggung. Kasih tidak menaruh dendam dan tidak memperhatikan kesalahan orang lain." (1 Korintus 13, FAYH)

Konflik

Kita mengetahui apa yang sebenarnya ada di dalam diri kita ketika pasangan "menekan tombol" kita. Apakah kita akan meledak dalam kemarahan? Apakah kita akan bersikap kasar? Apakah kita akan menuntutnya untuk melakukan seperti yang kita inginkan? Apakah kita akan membiarkan konflik pernikahan menguasai kehidupan kita? Apakah kita akan menerapkan berbagai teknik untuk menciptakan komunikasi yang lebih baik? Meskipun pasangan kita mungkin salah dalam apa yang dikatakan atau dilakukannya, respons kita menunjukkan siapakah diri kita yang sebenarnya. Kita memiliki pilihan. Kita dapat bereaksi dengan cara yang membangun atau dengan cara yang negatif, memamerkan kemarahan, perasaan mendapat ketidakadilan, dan menunjukkan keangkuhan kita yang terluka.

Contoh-Contoh Konflik Pernikahan

Kita tidak perlu melihat terlalu jauh untuk mengetahui contoh-contoh konflik pernikahan. Konflik dapat berkisar dari perbedaan pendapat kecil tentang apa menu makan malam hari ini, hingga tindak kekerasan yang ekstrem.

Sering kali, sangat mudah bagi kita untuk terjerumus ke dalam rasa iba, rasa bersalah, atau membenarkan diri ketika konflik pernikahan terjadi. Dalam pernikahan saya sendiri, saya sering mengalami "sudah merasa memberikan segalanya", dan sekarang giliran pasangan saya yang harus berubah. Melalui konseling dan doa, saya menyadari bahwa hati dan motivasi saya sering kali tidak benar atau tidak mulia, dan saya sangat salah dalam bersikap dan bertindak terhadap suami. Saya menyadari bahwa ada banyak hal yang harus disampaikan oleh suami saya, dan sering kali yang disampaikannya itu benar.

Ada sebuah contoh di dalam Alkitab tentang seorang wanita yang memiliki semua alasan untuk marah, bersikap kasar, dan mencaci suaminya, namun ia tidak melakukannya. Sebaliknya, ia memilih untuk menjadi pembawa damai. Nama wanita ini adalah Abigail dan nama suaminya adalah Nabal. Kisah ini dapat ditemukan dalam 1 Samuel 25. Nabal melakukan hal yang bodoh. Dia menghina para prajurit Daud dan mencemooh mereka ketika Daud membutuhkan pertolongan. Daud menjadi sangat marah dan berniat untuk membunuh Nabal dan semua pasukannya. Ketimbang memarahi dan mencaci suaminya atas kebodohannya karena menempatkan semua bawahannya dalam bahaya yang membinasakan, ia memilih untuk bertindak dengan cara yang membangun dan menyelamatkan hidup mereka!

Kesabaran yang bertumbuh menunjukkan bahwa kita menjadi dewasa.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Contoh modern dari sikap Abigail dapat dilihat dari pasangan muda, yang mana si suami meninggalkan gereja tempat mereka dibesarkan dan dinikahkan, dan beralih kepada okultisme. Walaupun hal ini sangat menyakitkan hati istrinya, namun si istri tidak membiarkan hal itu meluas menjadi masalah pernikahan yang tidak bisa dikontrol. Dia bersikap sabar dan baik kepada suaminya. Alih-alih mengkritik, mempermalukan, dan mengeluhkan pilihan suaminya, yang tentunya dapat membuat mereka bercerai, ia lebih memilih untuk terus merespons suaminya dalam kasih. Karena sikapnya terhadap si suami ini, pada waktunya nanti si suami akan melihat kesalahan pilihannya dan akan kembali ke gereja. (t/Setya)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : All About Life Challenges
Alamat URL : https://www.allaboutlifechallenges.org/marriage-conflict.htm
Judul asli artikel : Marriage Conflict
Penulis : Tidak dicantumkan
Tanggal akses : 10 Agustus 2012

Komentar