Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Bab V Tentang Kehidupan Kristen

V. TENTANG KEHIDUPAN KRISTEN

  1. Apakah standar moral dan patokan kelakukan orang Kristen
  2. Bagaimana mengatasi frustasi yang tiba-tiba menimpa kita?
  3. Bagaimana mengatasi sifat egoistis?
  4. Mengapa kita harus mengendalikan lidah?
  5. Bagaimana mengatasi konflik dalam kehidupan orang Kristen?
  6. Bagaimana perdamaian dunia dapat kita capai


T/J Kontemporer:

[Ke Atas]

1. Apakah standar moral dan patokan kelakuan orang Kristen?

Akhir-akhir ini, media umum sering membahas kasus "human sexuality", yang mencakup persetujuan tentang "premalital sex", "homosexual" dan "bisexual". Bersyukur kepada Tuhan bahwa resolusi tersebut telah ditolak oleh Rapat Umum Gereja-gereja Presbyterian yang ke 203 di Baltimore, dengan suara 534 banding 31. Keputusan ini segera disalurkan kepada 10.500 gereja-gereja Presbyterian (U.S.A), untuk menegaskan bahwa "premarital sex", "homosexuality" dan "bisexuality" adalah bertentangan dengan standar moral yang Alkitabiah. Kita merasa senang dan puas atas keputusan tersebut, seperti komentar harian Fresno Bee yang mengatakan bahwa "PRESBYTERIANS AFFRIRM BIBLICAL STANDARDS FOR SEX" (The Fresno Bee, June 10, 1991, A1).

Tetapi sangat disayangkan bahwa United Church of Christ sudah menyetujui untuk menghabiskan orang-orang homoseksual dalam kependetaan mereka. Juga Episcopal Church, walaupun mereka sudah mentahbiskan orang-orang yang mempraktekkan homoseksualitas, namun secara formal mereka akan membahas kasus tersebut. Kami sangat menyesal terhadap kedua denominasi tersebut yang menghiraukan patokan kekristenan yang mulia.

Memang salah satu tendensi yang sangat membingungkan orang Krsiten pada abad ke-20 ini, adalah kepercayaan dalam moral relativisme, dimana manusia percaya bahwa tidak ada suatu standar mutlak untuk menentukan perbuatan yang salah dan yang benar. Moral kelakuan seseorang tergantung pada situasi yang ia alami. Konsekuensinya, "setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri" (Hak 21:25*). Filsafat demikian kita kenal sebagai "situation ethics." Berdasarkan filsafat ini, perbuatan seseorang disebut benar walaupun ia berzinah, mencuri, merampok, bahkan membunuh, asal semuanya itu ia lakukan demi "kasih."

Yang memegang filsafat hidup demikian menyebut perbuatan dirinya sebagai "new morality", tapi menuut pandangan Kristen Alkitabiah, "new morality" adalah "no morality". Kalau setiap orang bebas menentukan standar moralnya masing-masing, maka ia menjadi ilahnya sendiri. Hal ini tidak berbeda dengan penyembahan berhala, bahkan lebih jahat daripadanya.

Memang kita akui bahwa norma tentang salah dan benar mungkin berlainan menurut daerah dan waktu yang berbeda. Namun setiap orang mengetahui secara intuitif perbedaan antara salah dan benar, dan mengetahui bahwa mereka harus melakukan yang benar. Ini berarti bahwa setiap manusia mempunyai dasar kesadaran moral yang tidak dimiliki oleh binatang. Hal ini juga membuktikan bahwa manusia diciptakan menurut "gambar Allah" (Kej 1:27*).

Standar moral dan patokan kelakuan manusia seharusnya ditetapkan oleh Tuhan Penciptanya. Standar ini adalah ""gambar Allah." Segala sesuatu yang "kehilangan kemuliaan Allah" adalah "dosa" (Rom 3:23*). Sebagai anak Tuhan, kita diperintahkan: "Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah" (1Kor 10:31*). Maka standar moral yang benar adalah kelakuan yang sesuai dengan kehendak Tuhan dan demi kemuliaan-Nya.

Namun masalah ini masih menjadi suatu perdebatan: Bagaimana menentukan bahwa kelakuan kita sesuai dengan kehendak Tuhan dan memuliakan-Nya? Untuk menjawab pertanyaan ini, banyak sarjana teologi mulai mengadakan penyelidikan tentang kebutuhan dan situasi masyarakat dewasa ini. Mereka memakai waktu dan tenaga untuk mengenal perkembangan budaya-budaya yang berbeda. Hal ini mungkin membantu pengertian kita, tetapi dengan tegas kami katakan bahwa Tuhan sudah memberitahukan isi hati-Nya, rencana-Nya yang tertulis Alkitab. Kita boleh membahas kebutuhan masyarakat, kita boleh menyeldiiki latar belakang kebudayaan yang berbeda, tapi patokan yang kekal bagi moral kehidupan manusia adalah Firman Tuhan.

Segala hakekat yang tidak mempercayai atau tidak menaati firman Tuhan adalah dosa dan "upah dosa ialah maut" (Rom 6:23*). Baiklah kita memegang teguh pernyataan iman sebagai berikut: The Word of God which is contained in the Scriptures oh the Old and New Testaments is the only rule to direct us how we may glorify and enjoy Him" (The Shorter Catechism of the Presbyterian Chruch, Q2).

[Lanjutkan] [Sebelumnya]



T/J Kontemporer:

[Ke Atas]

2. Bagaimana mengatasi frustasi yang tiba-tiba menimpa kita

Setinggi-tingginya kerohanian seseorang, pada suatu saat ia pun mungkin mengalami kekecewaan. Maka penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana mengatasi frustasi yang tiba-tiba menimpa diri kita.

Contoh yang akan kita ambil adalah pengalaman Elia. Elia adalah nabi yang termasyur di Israel, Kerajaan Utara, sekitar tahun 875-850 BC. Dengan berani Elia seorang diri telah membela kebenaran, walaupun ia harus menegur sang raja mengenai kesalahannya. Kemenangannya atas para imam Baal di gunung Karmel merupakan kisah yang menakjubkan (1Raj 18:1-46*). Tetapi tatkala Elia mengalami kekecewaan, ia mengeluh kepada Tuhan: "Cukuplah itu! Sekarang ya Tuhan, ambilah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik daripada nenek moyangku" (1Raj 19:4*).

Namun kita bersyukur kepada Tuhan, bahwa Ia tidak membiarkan Elia tinggal di dalam kekecewaan. Tangan Tuhan berkenan menolong Elia keluar dari kecemasannya. Demikian pula, kita yakin bahwa Tuhan selalu bersedia menolong kita keluar dari awan gelap yang meliputi kerohanian kita masing-masing.

Berdasarkan kitab 1Raja 19:1-21*, kita akan melihat bagaimana Tuhan menolong Elia untuk mengatasi kekecewaan.

Tuhan memberi istirahat (1Raj 19:5-8*)

Sebelum Elia mengalami kekecewaan, ia telah memikul tanggung jawab yang sangat berat. Ia ditugaskan untuk memalingkan bangsa Israel dari penyembahan berhala kepada Tuhan. Pekerjaan ini melelahkan semangat dan kekuatan tubuh, sehingga Elia merasa lemas. Dalam keadaan sedemikian, Iblis telah berhasil menyerang Elia melalui ancaman Izebel yang bersumpah akan membunuh Elia. Izebel adalah permaisuri yang jahat dan keras kepala, ia berusaha mengganti kebaktian kepada Tuhan Allah dengan penyembahan berhala Baal. Karena ancaman ini, Elia sekonyong-konyong menjadi frustasi dan takut, sehingga ia melarikan diri.

Kita mungkin dengan cepat menuduh Elia pengecut. Namun Tuhan menyelami kelemahan Elia. Sepatah pun Ia tidak menegur Elia, bahkan makanan yang berlimpah-limpah kepadanya. Setelah Elia tidur dan makan, kemudian tidur lagi dan makan lagi, semangat dan kekuatannya pulih. Istirahatlah yang cukup telah menyegarkan semangat Elia.

Pada saat ini mungkin Saudara sedang bergumul dalam berbagai kesulitan: Mungkin kesulitan dalam pelajaran atau pekerjaan Saudara. Mungkin kesulitan dalam perekonomian atau pelayanan Saudara. Mungkin juga kesulitan dalam pernikahan atau pergaulan Saudara. Kesulitan-kesulitan tersebut menyebabkan Saudara menjadi lesu dan jemu. Begitu Saudara lengah, iblis segera datang menyerang, sehingga Saudara tawar hati, cemas, tidak bersemangat melayani Tuhan dan akhirnya Saudara mengalami kekecewaan dan kegagalan total.

Kalau hal ini Saudara alami, ingatlah panggilan Tuhan: "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan menanggung berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu" (Mat 11:28*). Maukah Saudara datang kepada-Nya untuk memperoleh istirahat tubuh, jiwa dan roh? Kita yakin hanya Firman Tuhan yang bagai makanan rohani yang menguatkan kita dalam hal menanggulangi segala tekanan tersebut.

Tuhan mendengarkan keluhan Elia (1Raj 19:9-10*)

Sewaktu Elia berada di gunung Horeb, Tuhan bertanya kepadanya: "Apakah kerjamu di sini, hai Elia?" Tuhan menghendaki Elia bercerita tentang sebab-sebab frustasinya, seolah-olah jawaban Elia adalah suatu pengaduan. Tetapi justru inilah kejujuran Elia dalam hal menyerahkan isi hatinya kepada Tuhan. Elia sudah berhasil mengutarakan sebab-sebab yang menjadikan ia frustasi. Hal ini membantu Elia mengenal diri sendiri dan memberi kesempatan untuk menerima pertolongan Tuhan. Lihat, Tuhan tidak menegur Elia, tetapi Ia hanya mendengarkan keluhan Elia, serta menyatakan simpati-Nya untuk menolong Elia. Tuhan akan berbuat sesuatu untuk membangkitkan hamba-Nya.

Biasanya orang Kristen sering membicarakan persoalannya kepada gembala sidang atau orang-orang yang mereka percayai. Hal ini sangat baik dan sangat dianjurkan, sebab dengan mengutarakan problema-problemanya, ia sendiri akan menemukan bahwa persoalan yang ia hadapi sebetulnya tidak sebesar apa yang mereka bayangkan, dan pula ia mungkin akan menemukan jalan keluarnya.

Tetapi lebih daripada itu, janganlah kita lupakan Tuhan yang berkenan mendengarkan keluhan dan jeritan kita. Dialah sumber pertolongan kita. Doa-doa yang jujur adalah doa-doa yang mengungkapkan isi hati kita. Doa yang demikian sangat berkhasiat, bukan saja memberikan kita pandangan yang objektif, tetapi juga menggerakkan tangan Tuhan untuk menolong kita.

Tuhan menyatakan diri kepada Elia (1Raj 19:11-12*)

Pada waktu Elia frustasi, pastilah ia merasa bahwa Tuhan telah melupakannya, sehingga ia meagukan kuasa dan penyertaan Tuhan. Maka Tuhan sekali lagi menyatakan diri-Nya kepada Elia, bahwa penyertaan-Nya tidak pernah berubah. yang berubah adalah dari Elia sendiri. Elia mulai sadar bahwa imannya menjadi lemah, sebab ia terlalu memandang situasi sekelilingnya lebih daripada memandang Tuhan.

Demikian pula dengan keadaan kita, tatkala kita merasa diri kita telah dilupakan, seringkali kita jatuh di tengah-tengah depresi dan menjadi "self-pity. Pada saat demikian, yang kita butuhkan adalah kesadaran baru tentang pernyataan dan kuasa Tuhan dalam kehidupan kita. Kesadaran ini sering kita dapatkan dalam saat-saat teduh. Di mana kita mau bermeditasi, berkomunikasi degan Tuhan, maka kitta kan mendengar bisikan Tuhan (1Raj 19:12*).

Tuhan mengembalikan Elia dalam pelayanan (1Raj 19:13-16*)

Sampai tahap ini, Tuhan berkata kepada Elia: "Pergilah, kembalilah ke jalanmu!" Elia ditugaskan untuk mengurapi tiga orang, di mana salah satu di antaranya adalah Elisa, yang kelak akan menjadi penggantinya sebagai nabi Israel. Untuk meyakinkan hati Elia, Tuhan memberitahu bahwa di negara Israel masih terdapat 7000 orang yang tetap setia kepada Tuhan, sehingga dalam pelayanan Elia tidak seorang diri.

Demikianlah Tuhan telah meningkatkan prestasi pelayanan Elia. Pasal-pasal berikutnya membuktikan bahwa Elia kembali lagi sebagai nabi yang agung. Elia bagaikan api Allah yang menghanguskan dosa. Ia setia kepada Tuhan sampai detik ia diangkat oleh Tuhan.

Chuck Colson pernah menjadi orang penting di White House. Ia adalah penasihat presiden Nixon yang sangat berkuasa. Tetapi ia pernah jatuh dari kedudukannya dan dipenjarakan. Di tengah-tengah situasi yang memburuk, ia telah datang kepada Tuhan dan bertobat. Pada hari ini, ia telah menanggulangi situasi kecemasan dengan suatu tujuan hidup yang lebih tinggi, yaitu melayani orang-orang yang di penjara dengan Injil Kristus.

Don Sutton, Los Angeles Dodger Pitcher, pernah mengatakan dalam suatu wawancara: "Jesus Christ gives me the winner`s edge!" Kami pun yakin bahwa Tuhan akan memberikan kemenangan total kepada anak-anak-Nya, sehingga kita dapat lebih mengabdikan diri dalam pelayanan gereja. Jangan membiarkan kecemasan, tawar hati, lesu, dan rasa jemu memincangkan kehidupan Saudara. Tatkala kekecewaan datang, biarlah keempat tahap yang dialami oleh Elia juga berlaku atas diri kita masing-masing.

[Lanjutkan] [Sebelumnya]



T/J Kontemporer:

[Ke Atas]

3. Bagaimana mengatasi sifat egoistis?

Dalam masyarakat modern sering terjadi suatu tendensi, di mana kehidupan manusia terlalu individualistik. Masing-masing hanya mementingkan dirinya sendiri. Dengan istilah lain manusia terlalu egoistis. Melalui ruangan ini kita akan membahas tema tersebut, dengan maksud supaya kita lebih mengenal diri kita sendiri dan mengetahui untuk siapa kita hidup.

Perkembangan karakter seseorang

Egosentristik atau self-centeredness adalah ciri-ciri khas yang terdapat dalam kharakter seseorang pada masa kanak-kanak. Kehidupan seorang bayi secara total tergantung pada ibunya. Dunia yang dikenalinya sangat sempit, seolah-olah dialah pusat seluruh dunia. Dia "expert" dalam hal menerima, tanpa memberikan sesuatu kepada orang lain; dia membutuhkan kasih, tetapi tidak tahu bagaimana mengasihi.

Dalam proses pertumbuhan, lambat laun ia meninggalkan masa kanak-kanak dan memasuki masa muda, kemudian bertumbuh menjadi dewasa. Semakin luas lingkungna yang ia kenal, dan reaksi manusia yang semakin ruwet, menyebabkan ia meninggalkan dunia egosentrisnya, serta menjadi dewasa dalam pandangan dunia yang objektif.

Tetapi bukannya setiap orang lancar dalam pertumbuhan jiwa yang sedemikian. Banyak orang harus mengalami lebih banyak pelajaran dan kesukaran, barulah menjadi dewasa. Dalam ilmu jiwa, keadaan yang sedemikian disebut "arrest of growth."

Kita yakin bahwa dalam dunia tidak ada orang yang 100% bebas dari ikatan egosentristik. Tetapi yang kita bahas di sini adalah egosentrisme yang ekstrim. Orang yang sedemikian tidak dapat menikmati rahmat kehidupan yang dikaruniakan oleh Tuhan.

Penderitaan seseorang yang egoistis

Orang yang terlalu egoistis bagaikan hidup dalam ruangan yang dikelilingi dengan cermin. Setiap gerak-gerik dan tingkah lakunya, hanya memantulkan dirinya sendiri. Misalnya, ia selalu menilai persahabatan dengan keuntungan yang dapat diperoleh. Bahkan motif berpacaran pun bukan harus karena cinta kasih, tetapi hanya untuk memuaskan kebutuhannya.

Mereka sangat gemar dipuji dan terlalu sensitif terhadap perkataan orang lain. Ia sering tidak dapat tidur karena memikirkan perkataan orang lain. Mereka juga terllau self-awareness; selalu mawas akan perkataan yang baru diucapkan atau perbuatan yang baru dilakukan. Kekhawatiran terhadap hari depan selalu menekan hidupnya. Mereka selalu menderita tanpa damai sejahtera Tuhan.

Adakah orang-orang yang demikian di kalangan umat Tuhan? Inilah contohnya: Pada suatu hari Jerry mengatakan: "Aku senang ke gereja kalau aku sedang kesepian atau terlalu nganggur." Perkataan yang singkat ini telah menyatakan sifat Jerry yang egoistis. Hubungannya dengan Tuhan didasarkan atas kepentingan diri sendiri. Dia tidak rela mengorbankan sedikit waktu bagi Tuhan.

Egosentrisme merupakan peringai lama yang harus kita tanggalkan (Efesus 4:22*).

Contoh-contoh dalam Alkitab

Banyak tokoh dalam Alkitab yang segenap hidupnya diabdikan kepada Tuhan dan sesama manusia. Misalnya Mordekhai, seorang pahlawan dalam sejarah bangsa Israel. Ia tidak mementingkan hidupnya sendiri, dengan berani mengambil resiko yang besar untuk menyelamatkan bangsanya. Contoh yang lain adalah rasul Paulus, semua pengabdiannya kepada Tuhan dapat diungkapkan dalam Galatia 2:20* "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." Paulus pun menganjurkan supaya kita "Bertolong-tolonganlah menanggun beban" (Gal 6:2*).

Di dalam Injil Lukas Tuhan Yesus mengutarakan perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati (Luk 10:33-37*). Orang Samaria ini telah memberikan teladan yang baik dalam hal mengulurkan tangan membantu orang lain. Hal ini akan tercapai kalau kita tidak mengunci diri dalam ruangan yang dikelilingi cermin, tetapi kita menggantikan cermin ini dengan kaca. Melalui kaca ini kita dapat menikmati dan menilai dunia luar dengan objektif. Kita dapat mengetahui kebutuhan orang lain dan kita dapat mempelajari kebaikan orang lain.

Tuhan Yesus berkata: "Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu ... Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Mat 22:37-39*). Kalau Saudara merasa dirinya tidak memiliki kasih yang demikian, mengapa tidak mohon Roh Kudus mencurahkan kasih Allah yang ilahi dalam hati Saudara? (Rom 5:5*).

[Lanjutkan] [Sebelumnya]



T/J Kontemporer:

[Ke Atas]

4. Mengapa kita harus mengendalikan lidah?

Pada suatu hari saya memberikan teka-teki kepada seorang murid Sekolah Minggu: "Coba terka, benda apakah yang kecil bentuknya, tetapi besar pengaruhnya?" Jawaban yang spontan yaitu: "Bom Atom! "Mengapa?" tanya saya. Lalu ia menerangkan bahwa sebutir bom atom yang diledakkan dapat membinasakan jutaan manusia dan radiasinya dapat mempengaruhi seluruh dunia.

Jawaban anak Sekolah Minggu itu betul, tetapi tidak setiap manusia memiliki bom atom. Tahukah Saudara, bahwa setiap kita mempunyai LIDAH. Lidah adalah organ tubuh yang kecil, tetapi pengaruhnya besar. Seperti apa yang dikatakan oleh Yakobus: "Lihatlah, betapa kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. Lidahpun adalah api" (Yak 3:5-6*).

Ada beberapa macam "lidah" yang dapat menjadi peringatan bagi kita sekalian.

Lidah tak bertulang

"Lidah tak bertulang" adalah pepatah yang sering kita dengar yang berarti mudah berjanji tidak menepatinya. Seperti halnya seorang pemuda yang sedang berpacaran. Untuk memikat hati si dia, ia berjanji muluk-muluk: "Untuk engkau, mati pun saya rela ..." Tetapi, tidak lama berselang, si pemuda tersebut sudah mengkhianati janji-jani-Nya. Ia sudah "changed his mind." Maka "lidah tak bertulang" berarti perkataan yang keluar dari mulut saja dan bukan dari hati. Sebagai orang Kristen, marilah kita bertanggung jawab atas perkataan yang keluar dari mulut kita sendiri.

Lidah panjang

Dalam peribahasa Tionghoa, oramg yang suka menyampaikan "gosip", dikiaskan sebagai "nenak tua yang berlidah panjang." Lidah yang panjang dengan motif yang jahat dapat menyampaikan perkataan-perkataan yang tak sesuai dengan kenyataan. Hal ini akan menghancurkan kepribadian seseorang, menyebabkan keretakan dalam gereja dan menyakiti hati orang lain. Pernahkah Saudara berbuat sedemikian? Ingatlah firman Tuhan yang mengatakan: "Engkau merancang penghancuran, lidahmu seperti pisau cukur yang diasah, hai engkau, penipu."

Lidah penjual obat

"Lidah penjual obat" berarti pembual atau lidah yang tidak terkendali. Ada sebuah lelucon sebagai berikut: Seorang penjual obat di tepi jalan ingin menarik perhatian para penonton, sehingga ia menyediakan sebuah kerangka manusia sambil mengatakan: "Inilah kerangka moyang kita Adam." Sahut seorang penonton dengan tiba-tiba: "Tidak mungkin, sebab tulang rusuk Adam tentunya kurang satu, padahal itu lengkap." Penjual obat menjawab: "Betul, ini kerangka Adam semasa Hawa belum diciptakan."

Saudara-saudara sekalian, banyak di antara kita berlidah penjual obat, asal putar lidah tetapi tak terkendali. Hal ini akan menurunkan reputasi kita sendiri. "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi" (Ams 10:19*). Ingatlah bahwa tidak ada penghapusan perkataan yang terlanjur keluar dari mulut kita.

Lidah berbisa

Lidah yang berbisa adalah orang yang suka memfitnah, menghasut, mengadu domba, menghina dan menjatuhkan orang lain. Pemazmur mengatakan: "Mereka menajamkan lidahnya seperti ular, ular senduk ada di bawah bibirnya" (Mazm 140:4*). Lidah yang berbisa jauh lebih jahat dan lidah-lidah lain yang telah kita bahas tadi. Saya yakin bahwa Tuhan akan mencabut kesejahteraan orang-orang yang demikian, "Pemfitnah tidak akan tinggal tetap di bumi" (Mazm 140:12*).

Pengajaran Alkitab

Kesalahan dalam berkata-kata bukan hal yang remeh atau kecil, melainkan menyangkut seluruh kepribadian orang Kristen.

  1. Tanda orang yang beribadah: "Jikalau ada seorang mengganggu dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya" (Yak 1:26*).

  2. Tanda orang yang sempurna: Barangsiapa tidak salah perkataannya, ia adalah orang yang sempurna yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.

  3. Teladan Tuhan Yesus: "Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan `kata-kata` yang indah yang diucapkan-Nya (Luk 4:22*).

  4. Teladan Timotius: "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya dalam perkataanmu..." (1Tim 4:12*).

  5. Peringatan: "Setiap kita sia-sia yang diucapkannya orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman, karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum" (Mat 12:36-37*).

  6. Doa orang Kristen: "Setelah pembahasan tentang lidah, marilah kita mawas diri, apakah kita pemfitnah, pembohong, pemarah, penghasut, pembual, pengadu domba, dan lain-lain. Hendaklah kita berdoa demikian: "Awasilah mulutku, ya Tuhan, berjagalah pada pintu bibirku" (Mazm 141:3*).

[Lanjutkan] [Sebelumnya]



T/J Kontemporer:

[Ke Atas]

5. Bagaimana mengatasi konflik dalam kehidupan orang Kristen?

Banyak orang Kristen bertanya: "Kalau kita menjumpai konflik dalam kehidupan kita, apakah hal itu merupakan dosa?" Jawabannya: "Tidak." Tetapi untuk mencapai kehidupan yang normal dan serasi, kita harus sanggup mencari "jalan keluarnya."

Saya akan mengambil sebuah contoh yang lazim terjadi di kalangan pemuda/i sekalian: Pada suatu hari Andi telah jatuh cinta pada Debora, teman sekelasnya. Tetapi pada semester berikutnya Andi diharuskan ke Denver, sehingga ia jauh dari Debora. Di kota besar Denver, Andi merasa kesepian, sehingga ia tiap hari menelpon Debora. Tetapi tak lama kemudian, Andi jatuh cinta kepada Lydia. Hal ini menyebabkan konflik dalam hatinya, sehingga setiap kali ia menelpon Debora, ada suatu suara dalam hatinya yang terus menegur perbuatannya.

Pada suatu hari Debora mengatakan, bahwa ia berencana untuk berkunjung ke Denver pada liburan Summer yang akan datang. Mendengar hal ini, Andi merasa senang sekali. Ia berjanji tidak akan mengambil Summer class, dan akan membawa Debora untuk bertamsya di Colorado. Tetapi kegembiraan ini segera diliputi oleh kerisauan, sebab ia teringat akan Lydia dimana hatinya masih terpikat olehnya.

Pada suatu hari Debora mengatakan, bahwa ia berencana untuk berkunjung ke Denver pada libuan Summer yang akan datang. Mendengar hal ini, Andi merasa senang sekali. Ia berjanji tidak akan mengambil Summer class, dan akan membawa Debora untuk bertamasya di Colorado. Tetapi kegembiraan ini segera diliputi oleh kerisauan, sebab ia teringat akan Lydia dimana hatinya masih terpikat olehnya.

Hari semakin mendekati Summer, konflik dalam hati Andi semakin mendalam, sehingga ia tidak mempunyai semangat untuk belajar bahkan tidak bisa tidur nyenyak. Pendeta tersebut menjawab: "Berdoalah." Namun, setelah Andi berdoa siang dan malam, keadaanya tetap seperti sediakala; tidak bisa tidur dan tidak bisa belajar.

Seminggu kemudian, Andi berkesempatan bercakap-cakap dengan pendeta tersebut, dan Ia mengutarakan persoalan-persoalan yang sedang ia hadapi. Pendeta menjelaskan, bahwa tidak ada seorang yang dapat membantu Andi menyelesaikan konflik itu, kalau Andi tidak sanggup memilih salah satu di antara kedua gadis tersebut. Sebab tidak mungkin bagi Andi untuk sekaligus mencintai kedua-duanya. Maka Allah dianjurkan untuk mengubah cara berdoanya, bukan berdoa supaya Tuhan memberikan Andi tidur nyenyak dan semangat untuk belajar, tetapi berdoa supaya Andi mengetahui kehendak dan pimpinan Tuhan: gadis mana yang harus ia pilih.

Mungkin para pemcira ingin segera mengetahui, bagaimana hasil dari doanya; apakah yang dipilih Debora atau Lydia? Maaf, di sini tidak akan saya ukirkan, siapa yang dipilih Anda. Namun setelah Andi sanggup "make a final decision", konflik tersebut lambat laun telah diselesaikan, dan Andi kembali belajar dengan penuh semangat dan bisa tidur nyenyak. Selain itu ia telah mendapat suatu pelajaran yang untuk waspada dalam asrama.

Konflik semacam ini dapat terjadi dalam berbagai aspek kehidupan kita. Misalnya dalam memilih pelajaran, pekerjaan, menentukan hari depan dan lain-lain. Di teman Getsemani, Tuhan Yesus juga mengalami konflik dalam hati-Nya: menderita atau melarikan diri dari penderitaan kayu salib. Maka Tuhan Yesus berdoa tiga kali dengan doa yang hampir sama. Akhirnya Ia sanggup memilih kehendak Allah Bapa atas diri-Nya, yaitu menderita dan mati di atas kayu salib (Mat 26:36-46*).

Dalam kitab Kejadian pasal 22, mungkin Abraham juga mengalami konflik dalam hatinya, tatkala Tuhan menguji imannya. Kalau Tuhan mengetahu Ishak adalah anak tunggal Abraham yang dikasihinya, mengapa Tuhan sampai hati menyuruh Abraham mempersembahkan Ishak sebagai korban bakaran? Saya yakin konflik timbul antara rasio dan iman percaya Abraham terhadap Tuhan. Akhirnya Abraham sanggup taat dan memilih kehendak Tuhan atas dirinya, sehingga Abraham layak disebut sebagai "bapa segala orang yang beriman."

Konflik yang terus menerus terjadi dalam masa yang panjang akan menyebabkan kegelisahan dan kecemasan dalam kehidupan kita. Apalagi kalau suatu konflik sudah masuk di dalam "alam bawah sadar", maka hal itu akan menyebabkan perkembangan jiwa yang abnormal.

Sebagai konklusi, sekali lagi saya tegaskan bahwa konflik bukan suatu dosa, tetapi objek keinginan kita mungkin tidak diperkenankan Tuhan, bahkan merupakan hal yang berdosa. Prinsip Alkitab sangat mementingkan kelakuan seseorang, tapi tidak juga mengabaikan pemikirannya, sebab pemikiran merupakan induk perbuatan seseorang. Tuhan tidak menuntut pemikiran kita selal "Holy, Holy, Holy" (100% suci), tetapi Tuhan menuntut supaya kita dengan sadar mengontrol motivasi pemikiran kita, dengan prinsip Alkitab untuk menyelesaikan konflik dalam kehidupan kita.

[Lanjutkan] [Sebelumnya]



T/J Kontemporer:

[Ke Atas]

6. Bagaimana perdamaian dunia dapat kita capai?

Dasawarsa 90-an dimulai dengan beberapa kabar baik untuk perdamaian dunia. Misalnya hubungan baik antara Amerika Serikat dengan Rusia, dimana mereka berusaha untuk menyelesaikan paling perang dingin. Kita melihat setelah runtuhnya tembok Berlin, beberapa negara komunis di Eropa Timur mulai bergolak untuk menuntut demokrasi. Semuanya ini seolah-olah memberi indikasi bahwa perdamaian dunia dapat dicapai dengan usaha-usaha persahabatan internasional. Tetapi diluar dugaan manusia, pada tanggal 2 Agustus 1990, dunia digemparkan karena iraq telah menyerang negara tetangganya Kuwait. Dalam waktu beberapa jam, 120 ribu tentara Iraq yang diperlengkapi oleh tank T 72 dan pesawat menyerbu M-G yang semuanya "made in Soviet", seolah-olah telah menelan Kuwait.

Memang orang mengatakan: "Damai sejahtera! Damai sejahtera!" Tetapi tidak ada damai sejahtera (Yer 6:14*). Adakah Alkitab memberikan suatu gagasan untuk mendirikan masyarakat yang damai dan sejahtera? Jawabannya adalah positif, bahwa Firman Tuhan telah memberikan suatu kunci, dimana manusia secara individu dan kolektif boleh hidup secara damai dan sejahtera. Kunci ini adalah "Kristus sebagai Raja Damai" (Yes 9:5*). Maka tatkala Kristus dilahirkan, berlaksa-laksa malaikat memuji Tuhan, katanya: "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada- Nya" (Luk 2:14*). Alkitab menjanjikan pada saat kedatangan Kristus yang kedua kali, di atas takhta-Nya dan di dalam kerajaan-Nya, "damai sejahtera tidak akan berkesudahan" (Yes 9:6*).

Akhir-akhir ini kita sering melhat adegan yang sangat mengharukan di televisi, dimana serdadu-serdadu Amerika berpisah dengan keluarga mereka, dan tidak yakin apakah mereka dapat kembali ke tanah air dengan selamat? Kita juga mengetahui, pada saat ini pemerintah Iraq sedang merekrut remaja-remaja yang masih berusia 17 tahun untuk siap berperang. Memang hal-hal ini sangat menyedihkan. Banyak yang bertanya: "Mengapa kita harus berperang?" Memang sejarah membuktikan bahwa manusia senantiasa membentuk dunia yang damai dan sejahtera, tetapi melalui perang dunia I dan II, terbukti bahwa usaha-usaha manusia telah gagal. Bahkan 2000 tahun yang lalu Kristus sudah menubuatkan bahwa pada akhir zaman kita akan lebih banyak mendengarkan "deru perang atau kabar-kabar tentang perang", sebab "bangsa akan bangkit melawan bangsa, dan kerajaan melawan kerajaan" (Mat 24:4-7*). Dunia tidak mungkin mencapai perdamaian tanpa Kristus sebagai Raja Damai. Yakobus menjelaskan bahwa sumber segala persengketaan dan pertengkaran (baik di dalam relasi, keluarga, keluarga, masyarakat, masyarakat ataupun internasional) datangnya dari hawa nafsu yang saling berjuang di dalam tubuh manusia. Hawa nafsu ini termasuk sifat-sifat egois, keserakahan, kecongkakan, kebencian dan lain-lain. Selama manusia masih cenderung pada sifat kedagingan, "jalan damai tidak mereka kenal" (Rom 3:17*).

Maka untuk mencapai perdamaian antara manusia, mereka harus didamaikan dengan Allah terlebih dahulu. Rasul Paulus mengatakan bahwa oleh darah salib Kristus kita didamaikan dengan Allah (Kol 1:20*). Kristus adalah pembawa damai, Dialah damai sejahtera kita (Ef 2:14*).

Kita yakin bahwa Tuhan masih memperhatikan situasi dunia pada dewasa ini. Ia akan turut campur tangan dalam krisis Persian Gulf. Biarlah kita berdoa supaya Allah mengaruniakan damai sejahtera-Nya di dalam Kristus. Lebih daripada itu, hendaklah kita berdoa agar kerajaan Allah datang, di mana Kristus bertakhta sebagai "Raja Damai" untuk selama-lamanya.

[Lanjutkan] [Sebelumnya]


Komentar